-->
Dr Eka Julianta Wahjoepramono Sp BS, Dokter Pertama dan Satu-satunya Bedah Batang Otak Nusantara
BIODATA
Nama:
Dr Eka Julianta Wahjoepramono Sp BS
Lahir:
Klaten, 27 Juli 1958
Agama:
Kristen
Isteri:
Hanna K Damar
Anak:
Petra, Nico, dan Grace
Profesi:
Ahli Bedah Saraf
Pendidikan:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, 1983
Dokter pertama dan satu-satunya di Indonesia yang sukses melakukan bedah batang otak dan mengoperasi para penderita gangguan pada otak yang sulit dioperasi, Dr Eka Julianta Wahjoepramono SpBS, lahir di Klaten, Jawa Tengah, 27 Juli 1958, dengan nama Tjioe Tjay Kian. Kakek-neneknya berasal dari Provinsi Fujian, China bagian Selatan. Ketika pemerintah mewajibkan suku Tionghoa di Indonesia memakai nama berbau Indonesia, tahun 1965, nama ini diubah menjadi Eka Julianta Wahjoepramono.
Tidak mudah bagi Eka mewujudkan cita-citanya menjadi dokter. Setamat SMA, dia mengikuti seleksi di sejumlah perguruan tinggi negeri. Antara lain Universitas Gadjahmada Yogyakarta dan Universitas Diponegoro Semarang. Bukan karena nilainya rendah, melainkan perlakuan diskriminasi yang membatasai kuota suku Tionghoa kuliah di universitas besar.
Dia gagal masuk UGM, lalu mencoba peruntungan ke Undip. Dia menyaksikan hasil ujian yang menyatakan lulus. Namun aturannya sama dengan di UGM, mahasiswa suku Tionghoa dibatasi, serta permintaan uang sumbangan.Eka yang berasal dari keluarga tak mampu sempat keder. Namun dia menemui pakdenya dan akhirnya memberi uang sumbangan Rp 2 juta, tahun 1977, uang sejumlah itu sudah dapat membeli mobil baru.
Setelah membayar uang sumbangan itulah, Eka mendapat tiket menjadi dokter. Eka kuliah selama enam tahun di Undip. Selama kuliah, dia aktif dalam kegitan kampus. Ia pernah menjabat ketua kelas, jabatan yang strategis menunjang kuliah maupun mendekati mahasiswa baru. Jabatan itu pula yang dimanfaatkan Eka, mendekati seorang mahasiswi baru, Hannah Kiati Damar, putri Dr Gan Haoy Kiong, dokter ahli bedah yang sangat terkenal di Semarang.
Keduanya berjodoh dan berumah tangga dan sama-sama dokter, jadilah rumah tangga dokter; pasangan Eka dengan Hannah. Pasangan dokter yang bekerja di RS Siloam, Karawaci, ini dikaruniai tiga anak. Lulus dari Fakultas Kedokteran Undip sebagai dokter umum tahun 1984, Eka ingin melanjut agar dokter spesialis, dokter bedah saraf yang sudah sejak lama dicita-citakan.
Saat itu ada aturan, untuk bisa menjadi dokter spesialis, harus terlebih dulu tugas di Puskesmas sebagai dokter pegawai negeri sipil.Agar cita-cita cepat terwujud, dia pun mengatur siasat. Ia sengaja mencari tempat terpencil yang masih dianggap hutan belantara, Kalimantan Tengah. Ia pun ditempatkan di Pendahara, Kecamatan Tewang, Sangalang Garing, Katingan, antara Palangkaraya dan Sampit.
Dokter Eka dengan tekad kuat dan semangat yang tidak pernah padam dalam keadaan sulit dan genting tetap berjuang untuk mewujudkan mimpi nya untuk menjadi dokter bedah saraf. Tiada sia-sia dia jatuh bangun mengejar impiannya, karena sekarang Dokter Eka adalah satu-satunya dokter yang mendapat rekor dari Museum Rekor Indonesia (Muri). Ia tercatat sebagai dokter pertama dan satu-satunya di Indonesia yang berhasil membedah batang otak pasien. Sukses ini juga yang melambungkan namanya ke kancah internasional, dan disegani dokter-dokter bedah saraf dunia.
Setelah membayar uang sumbangan itulah, Eka mendapat tiket menjadi dokter. Eka kuliah selama enam tahun di Undip. Selama kuliah, dia aktif dalam kegitan kampus. Ia pernah menjabat ketua kelas, jabatan yang strategis menunjang kuliah maupun mendekati mahasiswa baru. Jabatan itu pula yang dimanfaatkan Eka, mendekati seorang mahasiswi baru, Hannah Kiati Damar, putri Dr Gan Haoy Kiong, dokter ahli bedah yang sangat terkenal di Semarang.
Keduanya berjodoh dan berumah tangga dan sama-sama dokter, jadilah rumah tangga dokter; pasangan Eka dengan Hannah. Pasangan dokter yang bekerja di RS Siloam, Karawaci, ini dikaruniai tiga anak. Lulus dari Fakultas Kedokteran Undip sebagai dokter umum tahun 1984, Eka ingin melanjut agar dokter spesialis, dokter bedah saraf yang sudah sejak lama dicita-citakan.
Saat itu ada aturan, untuk bisa menjadi dokter spesialis, harus terlebih dulu tugas di Puskesmas sebagai dokter pegawai negeri sipil.Agar cita-cita cepat terwujud, dia pun mengatur siasat. Ia sengaja mencari tempat terpencil yang masih dianggap hutan belantara, Kalimantan Tengah. Ia pun ditempatkan di Pendahara, Kecamatan Tewang, Sangalang Garing, Katingan, antara Palangkaraya dan Sampit.
Dokter Eka dengan tekad kuat dan semangat yang tidak pernah padam dalam keadaan sulit dan genting tetap berjuang untuk mewujudkan mimpi nya untuk menjadi dokter bedah saraf. Tiada sia-sia dia jatuh bangun mengejar impiannya, karena sekarang Dokter Eka adalah satu-satunya dokter yang mendapat rekor dari Museum Rekor Indonesia (Muri). Ia tercatat sebagai dokter pertama dan satu-satunya di Indonesia yang berhasil membedah batang otak pasien. Sukses ini juga yang melambungkan namanya ke kancah internasional, dan disegani dokter-dokter bedah saraf dunia.
Sebagai seorang dokter ahli bedah saraf yang masih terbilang langka di Indonesia, Dokter Eka memiliki beberapa teknik dalam melakukan operasi bedah saraf otak. Dia mempelajari ilmu yang ditekuninya itu di sejumlah negara, kini sudah menemukan teknologi baru, yakni melalui hidung yang disebutnya dengan Trans Clival. Dengan metode ini, operasi otak tanpa harus bedah tengkorak melainkan cukup melalui tulang clivus pada hidung untuk mengangkat tumor yang menempel di bawah otak. Tingkat kesulitan ini terbilang rendah. Selama kurun waktu 10 tahun, dr Eka sudah menangani operasi 2.839 penderita, dan hanya 2 persen yang gagal dengan berbagai alasan medis. Bahkan Eka dan tim nya sudah menangani penderita dari berbagai negara yang mempercayainya sebagai ahli bedah saraf otak terkemuka.
Prestasi membedah otak berawal pada 20 Februari 2001, ketika Ardiansyah, warga Merak, Banten, datang dalam kondisi kritis. Buruh nelayan berusia sektiar 20 tahun saat itu datang dalam kondisi saraf-saraf lumpuh, kaki dan tangan lumpuh, mata pun melotot, napas tersengal-sengal. Setelah didiagnosa, Ardiansyah ini terkena tumor kavernoma yang telah pecah di pons atau batang otak.
Saat itu, dokter di dunia termasuk dokter bedah saraf pun belum berani mengutak-atik batang otak, karena kalau salah sedikit pasti mati atau lumpuh. Tapi karena pilihannya mati atau hidup, Dokter Eka memberanikan diri membedah batang otak Pak Ardiansyah ini.
Selain Ardiansyah, ada lagi pasien miskin lainnya, yakni Jumiati. Mahmud, suaminya, kepala sekolah swasta di Cengkareng, Jakarta Barat, yang untuk memenuhi kebutuhan keuangan keluarga, bekerja sambilan sebagai pemulung sampah. Operasi Ardiansyah dan Jumiati dilayani dokter Eka dan syukur nya Jumiati dan Ardiansyah dapat tertolong nyawanya dengan secara cuma-cuma di RS Siloam.
Menurut Jaya Suprana, yang juga pemilik perusahaan Jamu Jago Indonesia, prestasi dokter Eka luar biasa. "Sepengetahuan saya, batang otak tidak boleh diutak-atik. Tabu. Saking tabunya, batang otak disebut urusan Tuhan. kalau Dokter Eka menjadi bisa mengutak-atik batang otak, berarti anda ini sudah bagian dari Tuhan," kata Jaya, yang dikenal sebagai pemusik dan suka melawak.
Penulis buku Tinta Emas di Kanvas Dunia , buku berisi biografi dokter Eka, Pitan Daslani, juga mengatakan sudah mengecek se-Asia, sejauh ini baru Dr Eka yang pertama dan berhasil membedah batang otak.
Sebagai ahli bedah syaraf, namanya sudah tidak diragukan lagi. Tidak hanya di tingkat nasional, tetapi sudah mendunia. Sebagai contoh, Ia pun menjadi profesor tamu pada Fakultas Kedokteran Departemen Bedah Saraf Universitas Arkansas; dosen tamu pada Harvard Medical School, Massachuset, Amerika; Profesor Tamu pada Universitas Nasional Taiwan, Profesor Tamu pada Rumah Sakit Wang Fang, Taipei; dan Editorial Scientific of Australasia Neuroscience.
Edward R. Laws dari Fakultas Kedokteran Universitas Harvard, yang menjadi Presiden World Federation of Neurosurgical Societies XIII (Federasi Bedah Saraf Dunia), menilai Eka sebagai dokter luar biasa karena mempunyai ilmu membedah batang otak. Selama ini operasi batang otak tak pernah dilakukan karena berisiko mengakibatkan kematian. Namun, Eka berhasil melakukannya.
Guru besar dan ahli bedah saraf dari Taiwan, Yong Kwang Tu, juga mengagumi Eka. Menurut Kwang Tu, keahlian Eka diraih berkat keuletannya sendiri tanpa didampingi oleh seorang ahli bedah saraf.
Edward R. Laws dari Fakultas Kedokteran Universitas Harvard, yang menjadi Presiden World Federation of Neurosurgical Societies XIII (Federasi Bedah Saraf Dunia), menilai Eka sebagai dokter luar biasa karena mempunyai ilmu membedah batang otak. Selama ini operasi batang otak tak pernah dilakukan karena berisiko mengakibatkan kematian. Namun, Eka berhasil melakukannya.
Guru besar dan ahli bedah saraf dari Taiwan, Yong Kwang Tu, juga mengagumi Eka. Menurut Kwang Tu, keahlian Eka diraih berkat keuletannya sendiri tanpa didampingi oleh seorang ahli bedah saraf.
Dokter ahli bedah saraf masih sangat langka di Indonesia. Padahal kasus bedah saraf dari tahun ke tahun meningkat. Sebagai perbandingan, RS Siloam Gleneagles di kawasan Lippo Karawaci Tangerang pada 1996 hanya menangani 50 kasus, namun pada 2006 ini yang perlu penanganan operasi hampir mendekati 500 kasus.
Biasanya, penyebab untuk kasus bedah saraf otak adalah kecelakaan, stroke, atau pembuluh darah pecah, tumor otak, tumor tulang belakang, dan sebagainya. Tetapi, Dr. Eka lebih sering menangani operasi otak karena stroke karena mencapai angka 902 kasus, tumor sebanyak 657 kasus, tumor tulang belakang 516 kasus, dan trauma akibat kecelakaan sebanyak 486 kasus.
Pasien yang berobat ke Dr. Eka pun juga sudah berdatangan dari Seluruh Indonesia, bahkan ada juga yang dari luar negri. Dan yang membuatnya bangga adalah, Ia bisa menangani pasien dengan baik. Selain itu, bila operasi di luar negri, biaya yang dibutuhkan pun cukup mahal dan kalau berobat di Indonesia, yang pastinya jauh lebih murah. Pasien dari Belanda datang ke Indonesia. Pasien dari Amerika juga datang ke Siloam. Pada saat menanyakan pasien mengapa mereka datang kepada Dr. Eka, mereka menjawab bahwa mereka mendengar dan baca di Internet bahwa reputasi Ia (Dr. Eka) juga sama dengan dokter di Amerika.' Kalaupun pakai asuransi, mereka harus tetap bayar 20 persen, yang nilainya tetap lebih mahal dibandingkan di Indonesia. Kelebihannya di Indonesia, setelah operasi mereka juga sembari bisa pergi ke Bali.
Dr. Eka juga pernah ingin mengundurkan diri dari profesinya, karena salah satu pasien yang ditanganinya meninggal dunia. Sebenarnya pasiennya masih sehat, namun memintanya segera mengoperasinya. Dan Dr. Eka yang lagi berlibur ke Selandia Baru bersama keluarga segera pulang.
Operasi pun di lakukan dan sebenarnya sukses. Namun, menjelang finish, tiba-tiba terjadi accident yang tidak diketahui dari mana, ketika ada udara masuk yang masuk melalui pernapasan dan akhirnya ke jantung sehingga pasiennya meninggal.
Setelah itu lebih dari dua minggu Dr. Eka seperti tidak bisa bangun dan selalu kepikiran. Dari direktur rumah sakit hingga rekan-rekan dokter dan perawat semua berusaha menghibur, namun Ia sudah tidak ambil peduli. Niatnya mau berhenti saja sebagai dokter sampai akhirnya istri pasien yang meninggal itu mengirimkan SMS yang menyatakan dia ikhlas atas kepergian suaminya dan memintanya untuk tidak berhenti bekerja dan mengabdi kepada kemanusiaan. Sejak itulah jiwanya bangkit dan akhirnya melanjutkan tugas lagi.
Selain itu, Dr. Eka juga pernah menangani pasien yang terbilang kurang mampu. Dan Ia cukup bangga dengan pekerjaan mulia itu. Kalau memang ada yang tidak mampu, ada Yayasan Otak Indonesia. Dan Ia tidak mengambil biaya seperserpun tetapi hanya membutuhkan banyak peralatan dan obat. Untuk itu, Ia mendapatkan dari donatur dan pasti masih ada yang mau membantu.
Biasanya, penyebab untuk kasus bedah saraf otak adalah kecelakaan, stroke, atau pembuluh darah pecah, tumor otak, tumor tulang belakang, dan sebagainya. Tetapi, Dr. Eka lebih sering menangani operasi otak karena stroke karena mencapai angka 902 kasus, tumor sebanyak 657 kasus, tumor tulang belakang 516 kasus, dan trauma akibat kecelakaan sebanyak 486 kasus.
Pasien yang berobat ke Dr. Eka pun juga sudah berdatangan dari Seluruh Indonesia, bahkan ada juga yang dari luar negri. Dan yang membuatnya bangga adalah, Ia bisa menangani pasien dengan baik. Selain itu, bila operasi di luar negri, biaya yang dibutuhkan pun cukup mahal dan kalau berobat di Indonesia, yang pastinya jauh lebih murah. Pasien dari Belanda datang ke Indonesia. Pasien dari Amerika juga datang ke Siloam. Pada saat menanyakan pasien mengapa mereka datang kepada Dr. Eka, mereka menjawab bahwa mereka mendengar dan baca di Internet bahwa reputasi Ia (Dr. Eka) juga sama dengan dokter di Amerika.' Kalaupun pakai asuransi, mereka harus tetap bayar 20 persen, yang nilainya tetap lebih mahal dibandingkan di Indonesia. Kelebihannya di Indonesia, setelah operasi mereka juga sembari bisa pergi ke Bali.
Dr. Eka juga pernah ingin mengundurkan diri dari profesinya, karena salah satu pasien yang ditanganinya meninggal dunia. Sebenarnya pasiennya masih sehat, namun memintanya segera mengoperasinya. Dan Dr. Eka yang lagi berlibur ke Selandia Baru bersama keluarga segera pulang.
Operasi pun di lakukan dan sebenarnya sukses. Namun, menjelang finish, tiba-tiba terjadi accident yang tidak diketahui dari mana, ketika ada udara masuk yang masuk melalui pernapasan dan akhirnya ke jantung sehingga pasiennya meninggal.
Setelah itu lebih dari dua minggu Dr. Eka seperti tidak bisa bangun dan selalu kepikiran. Dari direktur rumah sakit hingga rekan-rekan dokter dan perawat semua berusaha menghibur, namun Ia sudah tidak ambil peduli. Niatnya mau berhenti saja sebagai dokter sampai akhirnya istri pasien yang meninggal itu mengirimkan SMS yang menyatakan dia ikhlas atas kepergian suaminya dan memintanya untuk tidak berhenti bekerja dan mengabdi kepada kemanusiaan. Sejak itulah jiwanya bangkit dan akhirnya melanjutkan tugas lagi.
Selain itu, Dr. Eka juga pernah menangani pasien yang terbilang kurang mampu. Dan Ia cukup bangga dengan pekerjaan mulia itu. Kalau memang ada yang tidak mampu, ada Yayasan Otak Indonesia. Dan Ia tidak mengambil biaya seperserpun tetapi hanya membutuhkan banyak peralatan dan obat. Untuk itu, Ia mendapatkan dari donatur dan pasti masih ada yang mau membantu.
Prestasi Dr. Eka sangat membanggakan Indonesia, tawaran-tawaran pekerjaan hingga pindah kewarganegaraan. Ia pernah ditawari di Jepang dan Arkansas. Tapi Ia malah menolak karena alasan nasionalisme yang membuatnya bertahan di sini. Ia juga tersinggung kalau ada orang di luar negeri yang meredahkan atau tidak memandang Indonesia.
Alasan menolak pindah kewarganegaraan sekalipun ke negara maju dengan fasilitas bagus adalah Ia mempunyai panggilan jiwa terhadap bangsa dan Negara ini. Dan kalaupun pindah ke Amerika, namanya juga belum tentu tersohor seperti di Indonesia.
Tahun-tahun pertama, dia nyaris tak pernah libur, atau berakhir pekan bersama keluarga bahkan waktu untuk keluarga nyaris tidak ada. Bekerja dari pukul 07.00 hingga 24.00 dalam sehari, setiap hari. Barulah setelah ada tim dokter yang terdiri atas lima orang, barulah bisa cuti bergantian.
Yang membuat saya kagum dengan Dr. Eka adalah Dia dengan tulus ikhlas membantu orang-orang yang tidak mampu, memberikan harapan nyawa bagi orang-orang yang mungkin nyawanya sudah di ujung tanduk. Selain itu, Ia juga mengharumkan nama dan meningkatkan derajat Indonesia di mata dunia dengan menjadi dokter bedah syaraf yang sangat handal di bidangnya. Saya sangat terinspirasi dengan dia, saya juga ingin memberikan harapan nyawa seperti dia yang juga memberikan harapan nyawa bagi orang lain.
Alasan menolak pindah kewarganegaraan sekalipun ke negara maju dengan fasilitas bagus adalah Ia mempunyai panggilan jiwa terhadap bangsa dan Negara ini. Dan kalaupun pindah ke Amerika, namanya juga belum tentu tersohor seperti di Indonesia.
Tahun-tahun pertama, dia nyaris tak pernah libur, atau berakhir pekan bersama keluarga bahkan waktu untuk keluarga nyaris tidak ada. Bekerja dari pukul 07.00 hingga 24.00 dalam sehari, setiap hari. Barulah setelah ada tim dokter yang terdiri atas lima orang, barulah bisa cuti bergantian.
Yang membuat saya kagum dengan Dr. Eka adalah Dia dengan tulus ikhlas membantu orang-orang yang tidak mampu, memberikan harapan nyawa bagi orang-orang yang mungkin nyawanya sudah di ujung tanduk. Selain itu, Ia juga mengharumkan nama dan meningkatkan derajat Indonesia di mata dunia dengan menjadi dokter bedah syaraf yang sangat handal di bidangnya. Saya sangat terinspirasi dengan dia, saya juga ingin memberikan harapan nyawa seperti dia yang juga memberikan harapan nyawa bagi orang lain.
Saya sangat termotivasi dengan Dr. Eka Julianta, walaupun dulunya ia juga orang yang tidak mampu dan sangat di persulit hidupnya. Namun tidak menjadi halangan karena Ia tetap giat belajar dan mengubah nasib hidupnya menjadi lebih baik. Siapa yang bekerja keras dan bersemangat di hari ini akan meraih kebaikan di hari esok. Disitu saya melihat inti dari kehidupan manusia yakni manusia yang berguna tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga keluarga , masyarakat, bangsa dan negara.
Sumber / Referensi :
- Tokoh Indonesia.com
- Serambinews.com
- Kompas.com
- Tribunpekanbaru.com