The more you learn, the more you earn, and more self confidence you will have!
Wednesday, 23 April 2014
Saturday, 19 April 2014
Mekanisme Pergerakan Gigi
Inflamasi adalah suatu proses
yang terjadi akibat dari adanya gaya tekanan dan tarikan pada gigi yang
berhubungan juga didalam terjadinya remodeling. Inflamasi merupakan serangkaian
perubahan-perubahan imunologis melibatkan sitokin-sitokin sebagai mediator
inflamasi yang dihasilkan oleh sel fibroblas. Respon inflamasi distimulasi oleh
pelepasan dan aktivasi beberapa mediator. Inflamasi telah diklasifikasikan ke
dalam akut dan kronis, dengan menggunakan durasi sebagai kriteria. Proses
inflamasi akut ditandai oleh tiga tahap utama (Scott et al. 1994):
1. Vasodilasi dan peningkatan aliran
darah ke daerah tersebut.
2. Peningkatan permeabilitas vascular
dengan kebocoran plasma dari mikrosirkulasi.
3. Migrasi phagocytic leukosit dari
mikrosirkulasi ke dalam jaringan sekeliling.
Proses inflamasi akut pada awal gerakan
gigi secara ortodonti pada dasarnya bersifat eksudatif, di mana plasma dan
leukosit bermigrasi dari kapiler di daerah regangan paradental. Satu atau dua
hari kemudian, fase inflamasi akut berakhir dan digantikan oleh proses kronis
yang pada pokoknya bersifat proliferatif, yang melibatkan fibroblast, sel
endothelial, osteoblast dan sel sumsum tulang alveolar. Selama periode ini,
leukosit terus bermigrasi ke dalam jaringan paradental yang meregang dan
memodulasi proses remodeling.
Inflamasi kronis biasanya berlangsung sampai
janji-temu klinik berikutnya, saat ortodontis mengaktifkan alat penggeser-gigi,
dengan demikian dimulai periode inflamasi akut lainnya dan dapat menimpa
kembali inflamasi kronis yang sudah terjadi. Untuk pasien, periode inflamasi
akut terkait dengan sensasi nyeri dan penurunan fungsi (mengunyah). Refleksi
dari fenomena ini bisa ditemukan pada cairan crevicular gingival (GCF) gigi
yang sedang bergerak, di mana kenaikan yang signifikan dalam konsentrasi
mediator inflamasi, seperti sitokin dan prostaglandin, terjadi untuk sementara.
Semula Sitokin disebut juga limfokin
ketika masih dikira hanya disekresikan oleh T sel, baru kemudian diketahui
sel-sel lain seperti makrofag juga dapat mensekresinya. Bagaimanapun, ketika
menyebut sitokin limfosit, istilah limfokin masih digunakan.
Pada reaksi imunologik atau reaksi
inflamasi banyak substansi serupa hormon dilepaskan oleh limfosit T dan B
maupun oleh sel-sel lain, berfungsi sebagai sinyal interselular untuk mengatur
respons inflamasi lokal maupun sistemik terhadap rangsangan dari luar. Sekresi
substansi itu dibatasi sesuai kebutuhan (self-limitting).
Substansi-substansi tersebut secara umum
dikenal dengan nama sitokin, substansi yang dilepaskan oleh limfosit disebut
limfokin sedangkan yang disekresikan oleh monosit disebut monokin. Sitokin ini
berperan dalam pengendalian haemopoesis maupun limfopoesis dan juga berfungsi
dalam mengendalikan respons imun dan reaksi inflamasi dengan cara mengatur
pertumbuhan, serta mobilitas dan diferensiasi leukosit maupun sel-sel lain.
Selain itu sitokin juga diketahui berperan dalam patofisiologi berbagai jenis
penyakit. Tidak hanya destruksi tulang terinflamasi diatur oleh produksi
sitokin lokal akan tetapi begitu juga remodeling tulang normal.
Secara fisiologi, tulang mengalami
resorpsi dan aposisi tulang yang terus-menerus. Keseimbangan negatif antara
resorpsi dan pembentukan tulang sering karena resorpsi yang berlebihan, adalah
dasar dari banyaknya penyakit tulang. Diantara faktor-faktor yang dihasilkan
secara lokal untuk mengatur remodeling tulang fisiologis adalah PGs, IL-1,
TNF-α dan kemungkinan IL-6. Resorpsi
dilaksanakan oleh osteoklas yang merupakan sel-sel multinucleated
khusus berasal dari hemopoietic sedangkan pembentukan tulang
dilaksanakan oleh osteoblas. Strategi utama dalam ortodonti klinis adalah
aplikasi kekuatan mekanik untuk menghasilkan remodeling jaringan periodontal
yang terorganisasi dengan sebuah tujuan yakni pergerakan gigi. Kekuatan
ortodonti disalurkan dari akar gigi ke periodontium dimana sel-sel distimulasi
untuk remodeling matriks yang mengelilingi mereka. Pergerakan ortodonti
disebabkan resorpsi tulang di tempat-tempat tekanan dan aposisi tulang di
tempat-tempat tarikan. Sitokin
seperti IL-1α, IL-1β, dan TNF-α telah diimplikasikan dalam proses tersebut.
Pola Penelanan
1. Pola
Penelanan Bayi Normal (Penelanan
Infantil atau Viceral)
Pada penelanan bayi yang normal, lidah berada di antara gumpad atas dan bawah, mandibula distabilkan oleh kontraksi otot fasial. Otot businator berkontraksi dengan kuat pada waktu bayi menelan dan pada saat menyusui. Penelanan bayi normal terjadi pada bayi dan saat menyusui. Penelanan bayi normal terjadi pada bayi yang baru lahir dan secara bertahap menghilang seiring dengan tumbuhnya gigi di bagian bukal pada periode gigi sulung.
Penghentian pola penelanan bayi dan munculnya pola penelanan dewasa bukanlah suatu fenomena on-off yang sederhana, malahan kedua elemen itu saling bercampur aduk selama periode gigi sulung dan kadang-kadang sampai periode gigi campur. Gambaran yang terlihat pada wajah dari kombinasi kedua pola penelanan ini disebut “Pola Penelanan Peralihan” (transisional).
Pengurangan aktivitas otot businator merupakan bagian dari masa transisi ini. Fitur paling khas yang menandai dimulainya proses penghentian pola penelanan bayi yang normal adalah munculnya kontraksi otot-otot elevator mandibula selama menelan yang menstabilkan kedudukan gigi pada waktu oklusi.
2. Pola Penelanan Bayi yang Menetap
Pola penelanan bayi yang menetap dapat didefinisikan sebagai persistensi predominan refleks menelan bayi setelah gigi tetap erupsi, tetapi hanya sedikit orang-orang yang memiliki pola ini. Pola ini dapat terlihat dengan adanya kontraksi otot-otot lidah dan fasial yang sangat kuat, bahkan terlihat juga pada waktu ia menyeringai yang sangat lebar. Pengukuran lidah yang kuat terjadi di antara gigi di bagian depan dan di kedua sisinya, serta kontraksi otot-otot businator juga menjadi khusus pola ini.
Orang yang mempunyai pola ini memiliki wajah tanpa ekspresi, karena otot-otot yang dipersyarafi nervus kranialis, tidak digunakan untuk mengekspresikan wajah, melainkan dipakai untuk menstabilkan mandibula selama menelan yang membutuhkan kerja-kerja dari otot-otot tersebut. Pola penelanan bayi yang menetap ini dapat pula menyebabkan orang yang akan mengalami kesulitan dalam pengunyahan, sebab biasanya oklusi yang terjadi hanya pada salah satu gigi molar dalam setiap kuadran.
3. Pola Penelanan Dewasa Normal (Penelanan Somatik)
Pola penelanan dewasa normal digambarkan dengan aktivitas bibir dan pipi serta kontraksi otot-otot elevator mandibula. Aktivitas bibir selama pola penelanan dewasa normal tergantung dari kemampuan lidah untuk menghasilkan valvaseal (sumbat katup) yang sempurna terhadap gigi dan prosesus alveolaris. Menjulurkan lidah pada waktu menelan dapat dibagi 2 yaitu :
a) Tipe simpel: menunjukkan otot-otot bibir, mentalis elevator mandibula, dan gigi beroklusi dengan posisi lidah yang maju. Tipe ini biasanya terlihat pada anak yang mengisap dot terlalu lama dan yang hipertropi.
b) Tipe kompleks: biasanya menyebabkan terjadinya hambatan oklusi (occlusal interference). Tipe ini mengkombinasikan kontraksi otot bibir, fasial, dan mentalis, kurangnya kontraksi otot-otot elevator mandibula, serta penelanan tanpa kontak gigi. Jadi tipe ini dapat diartikan sebagai penjuluran lidah dengan pola menelan tanpa kontak gigi
Pada penelanan bayi yang normal, lidah berada di antara gumpad atas dan bawah, mandibula distabilkan oleh kontraksi otot fasial. Otot businator berkontraksi dengan kuat pada waktu bayi menelan dan pada saat menyusui. Penelanan bayi normal terjadi pada bayi dan saat menyusui. Penelanan bayi normal terjadi pada bayi yang baru lahir dan secara bertahap menghilang seiring dengan tumbuhnya gigi di bagian bukal pada periode gigi sulung.
Penghentian pola penelanan bayi dan munculnya pola penelanan dewasa bukanlah suatu fenomena on-off yang sederhana, malahan kedua elemen itu saling bercampur aduk selama periode gigi sulung dan kadang-kadang sampai periode gigi campur. Gambaran yang terlihat pada wajah dari kombinasi kedua pola penelanan ini disebut “Pola Penelanan Peralihan” (transisional).
Pengurangan aktivitas otot businator merupakan bagian dari masa transisi ini. Fitur paling khas yang menandai dimulainya proses penghentian pola penelanan bayi yang normal adalah munculnya kontraksi otot-otot elevator mandibula selama menelan yang menstabilkan kedudukan gigi pada waktu oklusi.
2. Pola Penelanan Bayi yang Menetap
Pola penelanan bayi yang menetap dapat didefinisikan sebagai persistensi predominan refleks menelan bayi setelah gigi tetap erupsi, tetapi hanya sedikit orang-orang yang memiliki pola ini. Pola ini dapat terlihat dengan adanya kontraksi otot-otot lidah dan fasial yang sangat kuat, bahkan terlihat juga pada waktu ia menyeringai yang sangat lebar. Pengukuran lidah yang kuat terjadi di antara gigi di bagian depan dan di kedua sisinya, serta kontraksi otot-otot businator juga menjadi khusus pola ini.
Orang yang mempunyai pola ini memiliki wajah tanpa ekspresi, karena otot-otot yang dipersyarafi nervus kranialis, tidak digunakan untuk mengekspresikan wajah, melainkan dipakai untuk menstabilkan mandibula selama menelan yang membutuhkan kerja-kerja dari otot-otot tersebut. Pola penelanan bayi yang menetap ini dapat pula menyebabkan orang yang akan mengalami kesulitan dalam pengunyahan, sebab biasanya oklusi yang terjadi hanya pada salah satu gigi molar dalam setiap kuadran.
3. Pola Penelanan Dewasa Normal (Penelanan Somatik)
Pola penelanan dewasa normal digambarkan dengan aktivitas bibir dan pipi serta kontraksi otot-otot elevator mandibula. Aktivitas bibir selama pola penelanan dewasa normal tergantung dari kemampuan lidah untuk menghasilkan valvaseal (sumbat katup) yang sempurna terhadap gigi dan prosesus alveolaris. Menjulurkan lidah pada waktu menelan dapat dibagi 2 yaitu :
a) Tipe simpel: menunjukkan otot-otot bibir, mentalis elevator mandibula, dan gigi beroklusi dengan posisi lidah yang maju. Tipe ini biasanya terlihat pada anak yang mengisap dot terlalu lama dan yang hipertropi.
b) Tipe kompleks: biasanya menyebabkan terjadinya hambatan oklusi (occlusal interference). Tipe ini mengkombinasikan kontraksi otot bibir, fasial, dan mentalis, kurangnya kontraksi otot-otot elevator mandibula, serta penelanan tanpa kontak gigi. Jadi tipe ini dapat diartikan sebagai penjuluran lidah dengan pola menelan tanpa kontak gigi
Tahap-Tahap Penelanan
1. Selama tahap pertama penelanan, makanan dikumpulkan pada bagian depan dari mulut, di depan lidah yang teretraksi. Lengkun posterior pada bagian dorsum menyentuh bagian palatum lunak. Bagian bibir tidak berkontak dan gigi – gigi tidak oklusi.
2. Selama fase kedua penelanan, tahap transportasi bagian ujung lidah bergerak ke atas dan bagian anterior dari dorsum lidah menjadi depresi.
3. Bagian anterior lidah secara keseluruhan bergerak ke atas dan bagian tengah dari dorsum lidah melemah. Transportasi peristaltis dari bolus makanan bergerak ke belakang.
4. Merupakan terakhir dari transportasi, palatum lunak bergeser ke atas dan ke belakang. Otot – otot bibir berkontak stimultan, bersamaan dengan bibir, mandibula terangkat dan gigi menjadi berkontak.
5. Bagian dorsum lidah melemah selain itu selama penelanan bolus makanan melewati isthmus orofaringeal, secara simultan bagian anterior lidah menekan bagian palatum keras, dengan demikian mendorong bolus makanan tersebut ke belakang.
6. Selama
proses penelanan berlangsung, bagian dorsum lidah bergerak lebih ke atas dan
belakang berlawanan dengan palatum lunak dan mendesak bolus makanan ke luar
dari daerah orofaring.
7. Tahap penelanan telah selesai dan mandibula kembali ke posisi istirahat.
8. Kedua rahang terpisah selama penelanan. Lidah menekan ke depan dan terletak diantara gusi. Ujung dari lidah protusi. Mandibula stabil dengan kontraksi dari lidah dan oto – otot orofacial, lidah berkontak dengan bibir.
7. Tahap penelanan telah selesai dan mandibula kembali ke posisi istirahat.
8. Kedua rahang terpisah selama penelanan. Lidah menekan ke depan dan terletak diantara gusi. Ujung dari lidah protusi. Mandibula stabil dengan kontraksi dari lidah dan oto – otot orofacial, lidah berkontak dengan bibir.
Artikulasi Suara
Variasi dari hubungan antara bibir
dan lidah terhadap palatum dan gigi geligi akan menghasilkan variasi suara.
- Suara yang dibentuk oleh kedua bibir adalah ‘m, b dan p’ , dimana kedua bibir akan saling mendekat dan berkontak (labial).
- Gigi berperan dalam pembentukan huruf ‘s’ dimana tepi insisal dari insisif atas dan bawah saling mendekati tapi tidak berkontak. Lewatnya udara diantara gigi –gigi tersebut akan menghasilkan suara huruf ‘s’.
- Posisi ujung lidah yang menyentuh palatum langsung dibelakang gigi akan menghasilkan suara huruf ‘d’ (linguopalatal).
- Kombinasi dari struktur anatomis akan menghasilkan beberapa macam bunyi, seperti : bibir bawah yang menyentuh tepi insisal gigi atas akan membentuk suara huruf ‘f’ dan ‘v’ (labiodentals), dan
- Suara huruf ‘k’ dan ‘g’ dihasilkan saat bagian posterior dari lidah menyentuh palatum lunak.
- Bunyi ‘d’ , ‘j’ dan ‘k’ disebut linguopalatal
GANGGUAN PROSES BICARA
Setiap
penyakit atau kelainan yang mengganggu perkembangan komponen biacara akan
menimbulkan gangguan bicara. Berikut adalah beberapa gangguan/kelainan pada
organ oromaksilofasial yang menyebabkan kelainan pembentukan suara :
1. Peradangan pada faring, sinus
nasalis atau jaringan nasal akibat infeksi atau alergi akan menyebabkan suara yang
dihasilkan menjadi datar, sengau sulit dimengerti.
2. Penderita dengan ‘anterior
open bite ‘ tidak dapat mengeja huruf ‘m, b dan p’ dengan benar karena bibir tidak
dapat merapat.
3. Penderita dengan kelainan
anatomis seperti makroglosia atau mikroglosia akan mengalami gangguan
artikulasi yang berat.
4. Pembuatan gigi tiruan yang
tidak tepat dapat menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi tidak jelas.
Kelainan artikulasi pada waktu berbicara, banyak ditemukan pada
orang mempunyai palatum sempit sehingga posisi lidah menjadi lebih rendah dan
lebih ke depan. Hal iniditemukan/diteliti oleh Ingeervall dan Samnas (1962).
Makin tinggi frekuensi kelainan artikulasi pada palatum yang sempit
disebabkan oleh kurangnya ruang untuk pergerakan lidah selama proses berbicara.
Ukuran dari lengkung gigi pada rahang
atas mempengaruhi terjadinya distorsi konsonan medioalveolar. Panjang dan lebar
palatal juga berhubungan dengan kesalahan penempatan artikulasi.
Tinggi palatal juga berpengaruh dengan distorsi yang terjadi pada
beberapa konsonan. Hal ini yang mempengaruhi
terjadinya kelainan artikulasi
dalam berbicara, walaupun masih banyak hal-hal lain yang dapat menyebabkan
kelainan artikulasi tersebut.
Rochette (Maryland) Bridge
Rochette (Maryland)
Bridge adalah sebuah protesa yang dibuat dari kerangka
logam cor yang direkatkan ke enamel gigi penyangga dengan bahan pengikat resin
komposit.
Gigi Tiruan Jembatan tipe ini sangat konservatif karena
preparasi yang sangat minimal. Dilakukan preparasi sebatas email. Gigi tiruan
tipe ini terdiri dari satu atau beberapa pontik yang didukung dari retainer
tipis yang direkatkan etching bonding
ke email gigi penyangga di bagian lingual dan proksimal. Gigi penyangga harus
cukup lebar agar dapat memberikan retensi dan resistensi yang maksimal.
Indikasi:
- Gigi anterior permanen hilang karena trauma
- Penggantian kehilangan gigi anterior pada anak-anak, karena pada anak-anak ruang pulpa masih sangat besar.
- Kehilangan gigi anterior congenital ( umumnya, insisivus lateral )
- Gigi anterior yang di ekstraksi karena alasan periodontal atau karies yang sudah luas.
- Sebagai Splinting Periodontal
- Pengganti gigi yang hilang
- Splinting prosthodonsi
- Perubahan permukaan oklusal
- Kombinasi dengan Gigi tiruan sebagian lepasan
- Gigi Tiruan Jembatan span yang pendek
- Abutment yang tidak membutuhkan restorasi
Kontraindikasi:
- Sensitif terhadap base metal alloys
- Jarak yang terlalu panjang
- Enamel yang inadequate untuk bonding
- Kualitas enamel yang buruk
- Mahkota klinis yang pendek
- Insisivus dengan dimensi bukal dan lingual yang tipis
- Patologi oklusi. Contoh pada pasien yang memiliki bruxist signifikan atau parafunctional aktivitas. Beban yang jauh lebih tinggi daripada fungsi normal cenderung merugikan retensi kerangka dan kemampuannya untuk menahan distorsi
- Angka karies tinggi atau beresiko karies tinggi
- Pasien dengan oral hygiene yang buruk
- Gigi penyangga yang tidak kuat karena jaringan periodontal yang tidak mencukupi serta gigi penyangga karies
- Penggantian gigi anterior yang deep over bite
- Maloklusi yang mengakibatkan estetik yang buruk
Prosedur :
Unit kantilever
digunakan sebagai sayap retensi sehingga jembatan akan bergerak. Gigi penyangga
yang ganda mengahsilkan satu sisi yang berikatan, tetapi fixture yang tersisa
sedikit. Hal ini menyebabkan lebih mudah terdapat karies dibawah retainer. Gigi
disusun dengan alur untuk menambah kekuatan mekanis retensi dan memaksimalkan
ikatan adhesiv.
Metode perlekatan bonding
:
- - Macro-mechanical retention
- - Micro- mechanical retention
- - Chemical retention
- - Mixed retention
Keuntungan:
- Preparasi minimal dari gigi penyangga dan mempertahankan ketebalan dari enamel, sebagai retainer menggunakan teknik adhesiv etsa-asam.
- Estetik sangat baik untuk pengganti gigi anterior
- Kegagalan dapat diperbaiki dengan mudah
- Pulpa tidak terlibat
- Waktu penggerjaan relatif singkat
- Trauma pada pulpa dan jaringan periodontal sedikit.
- Lebih murah dibandingkan restorasi all keramik atau metal – keramik.
- Preparasi dapat dilakukan tanpa anestesi lokal.
- Tidak membutuhkan pembedahan.
Kerugian:
- Tidak bisa dilakukan apabila tetangga gigi penyangga mengalami karies
besar
- Pemakaian jangka panjang kurang disarankan
- Dapat menyebabkan perubahan warna keabuan pada gigi penyangga
- Ikatan restorasi akan berkurang jika perlekatan kurang baik pada saat penyemenan.
- Jika ketebalan enamel kurang , maka restorasi ini tidak cocok
- Restorasi ini menjadi kontraindikasi jika terdapat keausan yang parah
- Tidak bisa digunakan pada gigi yang memiliki jarak interproksimal yang lebar, mahkota gigi yang kecil dan hubungan oklusal yang tidak menguntungkan.
Restorasi metal-keramik
Restorasi metal-keramik
(porcelain-fused-to-metal atau PFM) merupakan salah satu restorasi yang
populer pada tahun-tahun belakangan ini akibat meningkatnya permintaan
penampilan secara estetik, daya tahan, dan fleksibilitas pada penggunaan gigi
tiruan cekat. Restorasi all keramik sangat baik penampilannya dan terlihat
natural atau sewarna dengan gigi tetapi brittle
dan cenderung mudah fraktur. Berbeda dengan restorasi metal, restorasi
cenderung kuat namun tidak bisa digunakan pada gigi anterior karena
pertimbangan estetik. Sehingga kombinasi keduanya metal keramik restorasi
memiliki kekuatan yang baik dan penampilan yang estetik. Sifat dasar yang dimiliki oleh
porselen yang memungkinkan terbentuknya restorasi PFM adalah adanya ikatan
antara porselen dan logam. Tanpa ikatan ini, porselen akan cepat rusak didalam
mulut karna rapuh. Restorasi
PFM ini mengkombinasikan estetis alami dari material yang rapuh seperti
porselen dengan daya tahan dan marginal fit pada metal casting. Beberapa faktor yang mengontrol perikatan
metal-keramik adalah pembentukan ikatan kimia yang kuat, mekanik interlocking antara dua bahan, dan tegangan sisa. Oleh karena itu gigi tiruan jembatan berbahan dasar Porcelain fused to metal merupakan pilihan yang tepat dalam perawatan
prostodontik gigi tiruan
jembatan.
FARMAKOKINETIK
Proses mulai dari mulai dari masuknya
obat ke dalam tubuh sampai dikeluarkan kembali disebut Farmakokinetik. Termasuk
dalam proses farmakokinetik adalah absorpsi, distribusi, biotransformasi dan
ekskresi obat. Untuk
menghasilkan efek, suatu obat harus terdapat dalam kadar yang tepat pada tempat
obat tersebut bekerja. Untuk mencapai tempat kerjanya, obat harus melewati
berbagai membrane sel tubuh mulai dari tempat pemberian sampai kepada sel
target.
Respon
yang diinginkan dari suatu obat biasanya berkaitan dengan kadar obat pada
tempat kerjanya, sehingga tujuan terapi adalah untuk mempertahankan kadar obat yang
cukup pada tempat kerjanya. Pada kenyataannya, sangat sulit mengukur kadar obat
pada tempat kerja obat tersebut dan akan lebih mudah mengukur kadar obat dalam
plasma darah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan terapi adalah
mempertahankan kadar obat yang cukup dalam darah yang akan memberiokan hasil
pengobatan yang kita inginkan. Secara sederhana kaitan kadar obat dalam plasma
dengan efek yang diharapkan dapat dilihat dari bagan di bawah ini:
OBAT -> DARAH (PLASMA) -> TEMPAT
KERJA -> EFEK
Setiap
individu mempunyai gambaran farmakokinetik obat yang berbeda-beda. Dosis yang
sama dari suatu obat bila diberikan pada sekelompok orang bisa menunjukkan
gambaran kadar yang berbeda-beda dengan respon yang berlainan pula. Namun
demikian konsentrasi obat dalam darah dengan respon yang dihasilkan tidak
banyak bervariasi dibanding dengan hubungan dosis dengan respon. Skema hubungan
absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi obat dan konsentrasi pada
tempat kerja obat.
Dengan menganggap bahwa respon
terhadap obat tergantung pada kadar obat dalam darah, maka dikenal ada 3 macam
kadar obat, yaitu: kadar efektif
minimum, dimana pada kadar di bawahnya tidak jelas adanya efek obat; kadar toksik dimana efek-efek
toksik (efek samping yang tidak diinginkan) mulai timbul dan therapeutic window, kadar obat
yang terletak antara kadar efektif minimum dan kadar toksik.
Tujuan terapi adalah mempertahankan
kadar obat dalam batas-batas therapeutic window sehingga efek yang diinginkan
didapat dengan efek samping yang menimal. Harus diingat bahwa therapeutic
window juga bervariasi secara individual, misalnya fenitoin (suatu obat kejang)
mempunyai therapeutic window yang sempit yaitu antara 10-20 mg/liter sudah
efektif mengontrol timbulnya kejang.
SURAT KETERANGAN DOKTER
I. Pada aktivitas
sehari-hari, seorang Dokter
disamping melakukan tindakan medis juga menerbitkan surat keterangan dokter. Penerbitan surat keterangan Dokter ini
akan menimbulkan juga aspek hukum dan permasalahan bagi Dokter apabila tidak
hati-hati dan tidak mengerti maksud dan tujuan dari penerbitan surat keterangan
dokter. Pada beberapa literature
dikenal dengan istilah Medical Report, certicates, dan statements. Dalam arti umum surat keterangan
adalah surat yang dibuat sebagai bukti untuk menerangkan atau menyatakan sesuatu. Surat keterangan dokter (medis) adalah surat keterangan mengenai
keadaan kesehatan atau sakit seorang pasien yang dibuat oleh dan ditanda
tangani oleh seorang dokter. Dengan demikian maka surat keterangan medis dapat
menjelaskan tentang penyakit atau bagaimana sakitnya pasien.
II. Surat Keterangan Dokter (medis)
1. a. Surat keterangan sakit seperti tidak dapat mengikuti ujian masuk, berkerja/sekolah, tidak dapat mengikuti sidang
pengadilan. Seorang dokter harus waspada terhadap segala kemungkinan
simulasi atau agravasi pada waktu menerbitkan surat keterangan sakit.
b.
Surat keterangan sakit
- merujuk ke dokter yang lain
- ke L.N.
- konsultasi
2. Surat keterangan sehat
Dapat digunakan untuk :
- melamar perkerjaan
- asuransi
- general check up
3. Surat keterangan kelahiran
Kewajiban mengeluarkan surat keterangan
mengenai kelahiran hendaklah diisi sesuai dengan keadaaan yang sebenarnya.
4.
Surat keterangan kematian (mati wajar)
Surat keterangan kematian di Rumah Sakit
biasanya mencantumkan Identitas
pasien, lamanya perawatan, dan
waktu kematian. Apabila jenazah
akan dibawa ke luar negeri, maka adanya kematian karena penyakit menular harus
diperhatikan.
5.
Surat keterangan untuk kepentingan peradilan (visum et reptum)
Keterangan ini biasanya diberikan oleh
Dokter Forensik untuk korban mati sedangkan untuk korban hidup tergantung
kepada kasusnya.
III. Aspek formal surat keterangan dokter
(medis)
Adalah
yang berhubungan dengan penerbit surat keterangan dokter. Aspek materil surat keterangan Dokter
(medis) adalah yang berhubungan dengan isi yang dijelaskan di dalam surat
keterangan dokter. Dokter yang
menerbitkannya harus betul-betul yakin apa
yang dituliskannya atau dinyatakannya. Dan
seperti sudah diketahui seorang dokter telah mengucapkan sumpah kedokteran.
Pasal 7 Kodeki
Seorang dokter yang hanya memberi surat
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pada penjelasan dan
pedoman pelaksanaan KODEKI tersebut dinyatakan bahwa :
“Waspadalah terhadap
sandiwara (“Simulasi”) melebih-lebihkan (“aggravi”) mengenai sakit atau
kecelakaan kerja. Berikan
pendapat yang objektif dan logis serta
dapat diuji kebenarannya.
Dokter dianggap melanggar etik,apabila ia
mengetahui secara sadar menerbitkan surat keterangan yang tidak mengandung
kebenaran.
Pasal 267 KUHP
(1) Seorang dokter yang dengan sengaja membuat
surat keterangan palsu tentang ada tidaknya penyakit-penyakit,kelemahan atau
cacat,dapat dijatuhi hukuman penjara paling tinggi 4 tahun.
Contoh : - surat keterangan
kematian,tetapi orangnya masih hidup.
- tidak bisa memenuhi panggilan
pengadilan.
(2) Seorang dokter yang dengan sengaja
membuat suatu surat keterangan palsu dengan tujuan untuk memasukan seseorang ke
dalam rumah sakit jiwa atau dikeluarkan dari rumah sakit tersebut dapat
dikenakan penjara paling tinggi 8 tahun 6 bulan.
Contoh : Pasal 44 KUHP :
Seorang tidak dapat dipertanggung jawabkan
atas perbuatannya karena gangguan perkembangan atau sakit jiwa.
IV. Surat keterangan lahir
Dokter rumah
sakit,bidan,sering kali melupakan betapa pentingnya aspek identitas pasien
(KTP, dsbnya). Lebih mengutamakan pertolongan persalinan dan biaya persalinan. Pasien dapat berbohong dengan menyatakan kepada dokter identitas orang lain.
V. Lahir mati (Stillbirth)
Seorang bayi yang dilahirkan mati tidak
membutuhkan surat keterangan, tetapi untuk kepentingan penguburan perlu
diterbitkan surat kematian.
VI. Surat keterangan kematian
Surat
keterangan kematian dapat diterbitkan apabila pasien meninggal dalam perawatan
di RS.UGD sering kali
pasien telah meninggal dunia sebelum sampai di RS.
VII. Pembuktian
Menurut
pasal 1874 KUH Perdata, surat keterangan dokter (medis) adalah surat yang
dibuat di bawah tangan (onderhandse genchriften). Lawannya akte otentik
(autenthieke acten) yang dibuat oleh pejabat Negara yang ditunjuk. misalnya
akte notaries, keputusan pengadilan, surat-surat catatan sipil, dll.
Surat di
bawah tangan = tidak disangkal = kekuatan sama seperti akte otentik. Isi surat
keterangan dokter (medis) dituduh tidak mengandung kebenaran, dipersoalkan
kebenarannya (intellectuele valsheid)
VIII. Surat keterangan dokter (medis) untuk
penegakan hukum = visum et repertum.Visum et repertum = surat surat keterangan
ahli adalah surat keterangan dokter (medis) yang dibuat oleh dokter berdasarkan
permintaan oleh penyidik, hidup atau mati, utuh atau terpotong-potong untuk
kepentingan berdasarkan sumpah jabatan dan keilmuan.
Penjelasan KODEKI :
Kepolisian dan kejaksaan sering meminta
visum et repertum kepada seorang dokter dalam hal perkara penganiayaan dan
pembunuhan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Visum agar
dibuatkan dengan teliti dan mudah dipahami berdasarkan apa yang dilihat. Selain
itu visum et repertum haruslah objektif tanpa pengaruh dari yang berkepentingan
dalam perkara itu.
Subscribe to:
Posts (Atom)